Senin, 28 November 2016

TRADISI WONGE PADA MASYARAKAT TUBO


TRADISI WONGE PADA MASYARAKAT TUBO
OLEH : MUSATIR POSU


Pada dasarnya umat manusia telah banyak membuktikan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi telah dapat menimbulkan perubahan pada sistem nilai budaya masyarakat setempat, terutama menggeser nilai budaya tradisional yang bersifat menghambat perkembangan masyarakat. Dalam hal ini, pada kenyataannya nilai-nilai BudayaTradisional dalam kehidupan Masyarakat dapat dikelompokan atas dua kategori yaitu nilai budaya tradisional yang menghambat perkembangan masyarakat dan  nilai budaya tradisional yang sesuai dapat mendukung perkembangan kehidupan masyarakat. Kedua macam nilai budaya tradisional ini selalu dijumpai pada kelompok masyarakat yang bagaimana pun kompleksnya. Karena nilai-nilai budaya tradisional lahir sejalan dengan perkembangan pola pikir masyarakat.
Dengan demikianlah, tidak mengherankan walaupun perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi telah menerobos sampai kedaerah-daerah pedesaan/kelurahan, namun masih terdapat beberapa kelompok masyarakat ternate yang memiliki nilai-nilai budaya tradisional yang selalu dilestarikan dan dipertahankan oleh masyarakat setempat, salah satunya masyarakat yang berada di Kelurahan Tubo yang selalu mempertahankan nilai budayanya, dalam hal ini Tradisi Wonge tersebut.
Berdasarkan penjabaran diatas, maka Tradisi Wonge merupakan suatu tradisi yang sudah ada sejak lama di kalangan masyarakat ternate khususnya dimasyarakat Kelurahan Tubo, tradisi ini tetap bertahan karena telah di warisi oleh nenek moyang mereka.
Adapun hasil yang penulis dapatkan ketika melakukan Interview/ wawancara dengan masyarakat Tubo. Salah satunya Kepala Kelurahan Tubo, menurut beliau bahwa Tradisi Wonge lahir sekitar Tahun 600 M, Bersamaan dengan   perkembangan produktivitas Masyarakat Maluku Utara atau Maluku Kie Raha. Sedangkan asal mula wonge  adalah hubungan Manusia, Jin dan Malaikat. Wonge Ini bukan hanya berasal dari ternate saja melainkan diberbagai Wilayah yaitu  Tidore, Bacan dan Jailolo. Namun fokus penulis untuk meneliti Tradisi Wonge tersebut, lebih ke wilayah Kota Ternate, Kelurahan Tubo.
Menurut beliau juga bahwa Tradisi Wonge mulai berkembang di kelurahan Tubo, Sejak nenek moyang sudah ada, karena Negara ini saat itu dijajah oleh orang-orang Asing. Maka orang tua-tua berpegang dengan wonge/jin artinya dia berpegang dan dia juga melindungi anak cucu dari musuh atau penyakit yang menyerang.
Proses wonge ini di lakukan tergantung pada acara tahunan atau setiap orang yang sakit lalu membuat upacara syukuran/wonge. Tapi tidak setiap tahun, jika ada anak cucu yang sakit untuk menyembuhkannya berarti ada niat untuk dilakukan.
Tradisi Wonge terdapat pada kelompok Masyarakat Tubo yang mayoritasnya penduduk asli Ternate. Walaupun demikian Tradisi Wonge sangat kuat dan kental di tengah-tengah kehidupan Masyarakat Tubo, karena menurut keyakinan dan kepercayaan Masyarakat Tubo bahwa melakukan Tradisi tersebut adalah acara ritual atau pengobatan bagi masyarakat yang sedang mengalami musibah (penyakit) agar dapat menyebuhkan orang yang sedang mengalami kesakitan.
Wonge adalah salah satu jenis roh gaib yang hingga saat ini masih dipuja oleh sebagian kecil Masyarakat Tradisional di Ternate, khususnya di Masyarakat Tubo dan sekitarnya.
Tempat untuk bersemayam roh gaib ini biasanya disebut “Fala Wonge” atau "Wonge ma Fala" (dirumah Jin) yang ditempatkan di salah satu sudut rumah, di luar rumah atau juga ditempatkan di sekitar rumah tempat tinggalnya (Bunyamin Marasabessy: Upacara Ritual Salai Jin dan Praktek Para Dukun).
            Jenis roh gaib lain yang dikenal di Ternate dan Maluku Utara pada umumnya adalah “Wonge”. Menurut Penulis pengertiannya hampir sama dengan pemahamannya yang diyakini oleh masyarakat tradisional di daerah-daerah lain di Nusantara ini. Sedangkan yang dimaksud dengan roh gaib jenis “Meki” atau “Gundoruo” adalah roh gaib yang sejenis dengan Wonge, hanya Meki biasanya selalu meminta imbalan tumbal nyawa manusia, sehingga lebih mengarah pada "Ilmu Hitam".Istilah lain untuk Meki adalah “Lobi-Lobi”. Kata Lobi dalam bahasa Ternate berarti "kabut", pengertiannya adalah bahwa; kadang-kadang orang awam yang secara tidak sengaja sering melihat penampakan Meki ini, misalnya di pohon besar, di dalam goa, atau tempat-tempat mistis lainnya.
Menurut kepercayaan Masyarakat Tubo, bahwa roh gaib jenis Wonge, Jin dan Meki memiliki komunitas gaib tersendiri di dunianya seperti komunitas manusia di dunia nyata, mereka juga memiliki desa, kota, pasar, bahkan kendaraan, namun dalam bentuk gaib. Bahkan menurut mereka di alam dunia Jin ada Jin yang kafir dan  ada juga Jin Islam.
Istilah orang Ternate bahwa kalau tidak ada wonge akan terjadi peperangan atau benturan. Jadi, dari latar belakang wonge-wonge ini masuk ke dalam tubuh manusia adalah Roh halus. Awalnya orang tua telah melakukan “Timai” (janji) habis tidak dilaksanakan. Jika seseorang tidak ada pengalas wonge maka tidak bisa kemasukan roh-roh halus.
Adapun Hukum memelihara wonge demi untuk menjaga kemungkinan dari pada anak cucu kita, agar tidak dapat mengalami kesakitan. Karena melanggar peraturan atau bicara berlebihan, jangan sampai lafaz dikeluarkan oleh mulut kita.
Manfaatnya bisa menyembuhkan orang sakit dari segala penyakit yang menyerangnya dan ada beberapa bentuk wonge yaitu wonge kaso dan wonge Sula.
Ketika didalam pelaksanaan wonge bahan makanan yang akan disediakan dalam upacara wonge pada waktu pelaksanaan yaitu :
·         Nasi Kuning
·         Pal-pal
·         Keladi Merah
·         Pisang Minyak
·         Srikaya
·         Ikan sako
·         Dan ikan dolosi
·         Air Saguwer dan air biasa.
Alat-alat yang digunakan untuk dimainkan  saat pelaksaan Wonge yaitu:
·         Tifa
·         Saragi atau Gong
·         Arababu
·         Parang
·         Payung
·         Salawaku
·         Dan kipas-kipas.
Itulah bahan-bahan yang akan disediakan ketika ritual wonge dilaksanakan.





Pada saat melakukan penelitian, penulis mendatangi lokasi penyelenggaraan wonge yang berlangsung di Kelurahan Tubo. Para penari wonge biasannya terdiri dari laki-laki dan perempuan berkisar dari 8 orang sampai 10 orang. Tarian yang penuh dengan energik dan heroic, mereka dapat melakukan selama tiga jam non stop dalam satu babakan dan dilanjutkan kembali pada babak berikutnya, sekalipun ada pergantian beberapa penari dan berlangsung selama 3 kali sampai 24 jam bahkan dahulu dilakukan selam 7 kali sampai 24 jam siang dan malam.
Mengapa sehingga para  penari wonge ini dapat melakukan gerakan dan lompatan dalam waktu yang begitu lama? Dari hasil pengamatan penulis bahwa para penari wonge ini telah kemasukan jin dalam tubuhnya dan sesekali mereka minta minum saguwer (lahang), minuman yang berasal dari pohon enau yang mengadung alkohol.
Alhamdulillah dengan Rahmat, hidayat dan taufik Allah SWT, akhirnya penulisan Karya ilmiah ini dapat diselesaikan walaupun tidak terlalu efektif didalam penulisan Karya ini, bagi penulis ini adalah awal tahapan dalam proses penulisan karya ilmiah.
Untuk mengakhiri penulisan ini, penulis mengutarakan beberapa kesimpulan dan saran.
Dari uraian pembahasan yang telah penulis sampaikan bahwa adapun hal yang melatar belakangi tradisi wonge pada masyarakat Tubo yaitu:
1. Melestarikan dan Mengembangkan Budaya Warisan Leluhur, Melihat banyak sekali budaya modern yang saat ini mampu menghilangkan adat budaya Ternate, yang mana pada saat ini adanya budaya asing yang masuk seperti anak muda jaman sekarang yang akan lupa tentang budayanya sendiri. Budaya yang perlu dilestarikan dan dikembangkan.
2. Pegangan atau sebuah kepercayaan masyarakat artinya dengan memelihara wonge itu bukan karna kita menduakan Tuhan tetapi semua itu misalnya terjadi penyakit yang menyerang masyarakat semua itu hanya Allah SWT  yang bisa menyembuhkan dan lewat perantara yaitu wonge, sampai sekarang orang masih berpegang dengan itu.
3. Wonge sebagai penyembuhan dari segala penyakit artinya bahwa wonge bisa menyembuhkan orang sakit, bisa menjaga anak cucu dimana anak cucu dalam aktivitas harus dijaga karena ada kepercayaan-kepercayaan sehingga bisa menjaga anak cucu dari apapun juga dan dari segala penyakit yang menyerang. Setelah ditelusuri dari luar banyak orang mengatakan bahwa wonge itu syrik. Tapi setelah menyembuhkan orang yang sedang sakit secara medis tidak bisa maka mereka melakukan dengan istilah wonge, tetapi semua itu dari Allah SWT dan bukan kita menduakan Tuhan.  Jadi wonge itu hanya sebagai perantara.
4. Selanjutnya sebagai Niat atau Hajatan Perorangan artinya hajat perorangan biasanya dilakukan oleh seseorang apabila mencapai apa yang dicita-citakannya tercapai, maka ia ber-nazar akan melakukan ritual wonge sebagai ungkapan rasa syukur atas apa yang telah diberikan oleh Allah SWT.
Sedangkan dilihat Wonge dari segi perpektif sebagian Masyarakat, ada hal yang penulis sampaikan yaitu
1. Wonge sebagai nilai sosial budaya artinya bahwa ketika ritual ini dilakukan apabila terjadi kesalahpahaman antara saudara, tetangga bahkan ada kesalahpahaman dalam masyarakat, karena setelah itu dilakukan, maka kesalahpahaman itu bisa kembali normal, dan
 2. Pesan Nilai Penyembelihan Hewan dalam Tradisi Wonge artinya Tradisi ini, seperti halnya upacara itu bentuk simbolistik penghormatan terhadap para leluhur. Makanan yang disajikan tatkala juga sudah mengandung unsur doa-doa baik doa secara verbal maupun doa secara non verbal (doa Islam dan Ternate), makanan tersebut ketika sudah didoakan maka tujuannya juga dimakan oleh seluruh masyarakat, baik sesaji yang ada di fala Wonge. Setiap orang yang datang pasti berebut sesaji (makanan), yang mana mitos dalam masyarakat juga masih ada, kalaupun memakan dari makanan tersebut akan dilimpakan segala rezeki, bagi yang sakit lain sebagainya.
Hanya orang-orang tertentu yang mengerti makna tentang tradisi Wonge, dan masyarakat hanya mengikuti saja, tetapi tidak mengerti tentang bagaimana budaya itu dilestarikan dan bagaimana hukum serta cara pelaksanaan, padahal masyarakat Tubo dengan keanekaragaman alamnya bahkan juga dengan budayanya sangat kental dalam kehidupan mereka. Tetapi sebagian masyarakat ternate tidak lagi membudayakan atau melestarikan serta mempertahankan budaya tersebut.
Tradisi wonge yakni adalah budaya dan adat Istiadat yang ada pada masyarakat Kelurahan Tubo yang patut kita lestarikan dan dipertahankan karena wonge bukanlah suatu tradisi yang Syrik atau yang memuji-memuji jin tetapi wonge adalah suatu Tradisi pengobatan yang ada pada Masyarakat Kelurahan Tubo, karena masyarakat Tubo percaya wonge bisa dapat menyembuhkan penyakit yang ada pada anak cucu mereka.
Harapan penulis bagi generasi muda yang hidup dizaman yang penuh dengan serba ada. Kiranya lebih dewasa dalam berpikir dan membaca konteks kehidupan yang penuh kemegahan saat ini. Agar kita jangan terjebak dengan budaya-budaya dari luar yang hanya dapat menghancurkan serta mencoba untuk menghilangkan budaya yang sudah sejak lama telah dipertahankan oleh nenek moyang kita.