TRADISI WONGE PADA MASYARAKAT TUBO
OLEH : MUSATIR POSU
Pada dasarnya umat manusia telah banyak
membuktikan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi telah dapat
menimbulkan perubahan pada sistem nilai budaya masyarakat setempat, terutama menggeser nilai
budaya tradisional yang bersifat menghambat perkembangan masyarakat. Dalam hal ini, pada kenyataannya nilai-nilai BudayaTradisional dalam kehidupan
Masyarakat dapat dikelompokan atas dua kategori yaitu nilai budaya tradisional
yang menghambat perkembangan masyarakat dan nilai budaya tradisional
yang sesuai dapat mendukung perkembangan kehidupan masyarakat. Kedua macam nilai
budaya tradisional ini selalu dijumpai pada kelompok masyarakat yang bagaimana pun
kompleksnya. Karena nilai-nilai budaya tradisional lahir sejalan dengan perkembangan
pola pikir masyarakat.
Dengan demikianlah, tidak mengherankan
walaupun perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi telah menerobos sampai
kedaerah-daerah pedesaan/kelurahan, namun masih terdapat beberapa kelompok
masyarakat ternate yang memiliki nilai-nilai budaya tradisional
yang selalu dilestarikan dan dipertahankan oleh masyarakat setempat, salah satunya masyarakat yang berada di Kelurahan Tubo yang
selalu mempertahankan nilai budayanya, dalam hal ini Tradisi Wonge tersebut.
Berdasarkan penjabaran diatas, maka Tradisi Wonge merupakan suatu tradisi
yang sudah ada sejak lama di kalangan masyarakat ternate khususnya dimasyarakat
Kelurahan Tubo, tradisi
ini tetap bertahan karena telah di warisi oleh nenek moyang mereka.
Adapun
hasil yang penulis dapatkan ketika melakukan Interview/ wawancara dengan
masyarakat Tubo. Salah satunya Kepala Kelurahan Tubo, menurut beliau bahwa
Tradisi Wonge lahir sekitar Tahun 600 M, Bersamaan dengan perkembangan produktivitas Masyarakat
Maluku Utara atau Maluku Kie Raha. Sedangkan asal mula wonge adalah hubungan Manusia, Jin dan Malaikat.
Wonge Ini bukan hanya berasal dari ternate saja melainkan diberbagai Wilayah
yaitu Tidore, Bacan dan Jailolo. Namun fokus penulis untuk meneliti
Tradisi Wonge tersebut, lebih ke wilayah Kota Ternate, Kelurahan Tubo.
Menurut beliau juga bahwa Tradisi Wonge mulai berkembang di kelurahan
Tubo, Sejak nenek moyang sudah ada, karena Negara
ini saat itu dijajah oleh orang-orang Asing. Maka orang tua-tua berpegang
dengan wonge/jin artinya dia berpegang dan dia juga melindungi anak cucu dari
musuh atau penyakit yang menyerang.
Proses
wonge ini di lakukan tergantung pada acara tahunan atau setiap orang yang sakit
lalu membuat upacara syukuran/wonge. Tapi tidak setiap tahun, jika ada anak
cucu yang sakit untuk menyembuhkannya berarti ada niat untuk dilakukan.
Tradisi Wonge terdapat
pada kelompok Masyarakat Tubo yang mayoritasnya penduduk
asli Ternate. Walaupun demikian Tradisi Wonge sangat kuat dan kental di
tengah-tengah kehidupan Masyarakat Tubo, karena menurut keyakinan dan kepercayaan Masyarakat
Tubo bahwa melakukan Tradisi tersebut adalah acara ritual atau pengobatan
bagi masyarakat yang sedang mengalami musibah (penyakit) agar dapat menyebuhkan
orang yang sedang mengalami kesakitan.
Wonge adalah
salah satu jenis roh gaib yang hingga saat ini masih dipuja oleh sebagian kecil
Masyarakat Tradisional di Ternate, khususnya di Masyarakat Tubo dan sekitarnya.
Tempat untuk bersemayam
roh gaib ini biasanya disebut “Fala Wonge”
atau "Wonge ma Fala"
(dirumah Jin) yang ditempatkan di salah satu sudut rumah, di luar rumah atau juga
ditempatkan di sekitar rumah tempat tinggalnya (Bunyamin
Marasabessy: Upacara Ritual Salai Jin dan
Praktek Para Dukun).
Jenis
roh gaib lain yang dikenal di Ternate dan Maluku Utara pada umumnya adalah “Wonge”. Menurut Penulis pengertiannya
hampir sama dengan pemahamannya yang diyakini oleh masyarakat tradisional di
daerah-daerah lain di Nusantara ini.
Sedangkan yang dimaksud dengan roh gaib jenis “Meki” atau “Gundoruo” adalah roh gaib yang sejenis dengan Wonge,
hanya Meki biasanya selalu meminta imbalan tumbal nyawa manusia, sehingga lebih
mengarah pada "Ilmu Hitam".Istilah lain untuk Meki adalah “Lobi-Lobi”. Kata Lobi dalam bahasa Ternate berarti "kabut",
pengertiannya adalah bahwa; kadang-kadang orang awam yang secara tidak sengaja sering
melihat penampakan Meki ini, misalnya di pohon besar, di dalam goa, atau tempat-tempat
mistis lainnya.
Menurut
kepercayaan Masyarakat Tubo, bahwa roh gaib jenis Wonge, Jin dan Meki memiliki
komunitas gaib tersendiri di dunianya seperti komunitas manusia di dunia nyata,
mereka juga memiliki desa, kota, pasar, bahkan kendaraan, namun dalam bentuk
gaib. Bahkan menurut mereka di alam dunia Jin ada Jin yang kafir dan ada juga Jin Islam.
Istilah orang Ternate bahwa kalau tidak ada wonge akan
terjadi peperangan atau benturan. Jadi, dari latar belakang wonge-wonge ini
masuk ke dalam tubuh manusia adalah Roh halus. Awalnya orang tua telah
melakukan “Timai” (janji) habis tidak
dilaksanakan. Jika seseorang tidak ada pengalas wonge maka tidak bisa kemasukan
roh-roh halus.
Adapun Hukum memelihara wonge demi untuk menjaga
kemungkinan dari pada anak cucu kita, agar tidak dapat mengalami kesakitan. Karena
melanggar peraturan atau bicara berlebihan, jangan sampai lafaz dikeluarkan
oleh mulut kita.
Manfaatnya bisa menyembuhkan orang sakit dari segala
penyakit yang menyerangnya dan ada beberapa bentuk wonge yaitu wonge kaso dan
wonge Sula.
Ketika didalam pelaksanaan wonge bahan makanan yang akan
disediakan dalam upacara wonge pada waktu pelaksanaan yaitu :
·
Nasi Kuning
·
Pal-pal
·
Keladi Merah
·
Pisang Minyak
·
Srikaya
·
Ikan sako
·
Dan ikan dolosi
·
Air Saguwer dan air biasa.
Alat-alat
yang digunakan untuk dimainkan saat
pelaksaan Wonge yaitu:
·
Tifa
·
Saragi atau Gong
·
Arababu
·
Parang
·
Payung
·
Salawaku
·
Dan kipas-kipas.
Itulah bahan-bahan yang akan disediakan ketika ritual
wonge dilaksanakan.
Pada saat melakukan penelitian, penulis mendatangi lokasi
penyelenggaraan wonge yang berlangsung di Kelurahan Tubo. Para penari wonge
biasannya terdiri dari laki-laki dan perempuan berkisar dari 8 orang sampai 10
orang. Tarian yang penuh dengan energik dan heroic, mereka dapat melakukan
selama tiga jam non stop dalam satu babakan dan dilanjutkan kembali pada babak
berikutnya, sekalipun ada pergantian beberapa penari dan berlangsung selama 3
kali sampai 24 jam bahkan dahulu dilakukan selam 7 kali sampai 24 jam siang dan
malam.
Mengapa sehingga para
penari wonge ini dapat melakukan gerakan dan lompatan dalam waktu yang
begitu lama? Dari hasil pengamatan penulis bahwa para penari wonge ini telah
kemasukan jin dalam tubuhnya dan sesekali mereka minta minum saguwer (lahang),
minuman yang berasal dari pohon enau yang mengadung alkohol.
Alhamdulillah dengan Rahmat, hidayat dan taufik Allah
SWT, akhirnya penulisan Karya ilmiah ini dapat diselesaikan walaupun tidak
terlalu efektif didalam penulisan Karya ini, bagi penulis ini adalah awal
tahapan dalam proses penulisan karya ilmiah.
Untuk mengakhiri penulisan ini, penulis mengutarakan
beberapa kesimpulan dan saran.
Dari uraian pembahasan yang telah penulis sampaikan bahwa
adapun hal yang melatar belakangi tradisi wonge pada masyarakat Tubo yaitu:
1. Melestarikan dan Mengembangkan Budaya Warisan Leluhur,
Melihat banyak sekali budaya modern yang saat ini mampu menghilangkan adat
budaya Ternate, yang mana pada saat ini adanya budaya asing yang masuk seperti
anak muda jaman sekarang yang akan lupa tentang budayanya sendiri. Budaya yang
perlu dilestarikan dan dikembangkan.
2. Pegangan atau sebuah kepercayaan masyarakat artinya
dengan memelihara wonge itu bukan karna kita menduakan Tuhan tetapi semua itu
misalnya terjadi penyakit yang menyerang masyarakat semua itu hanya Allah
SWT yang bisa menyembuhkan dan lewat
perantara yaitu wonge, sampai sekarang orang masih berpegang dengan itu.
3. Wonge sebagai penyembuhan dari segala penyakit artinya
bahwa wonge bisa menyembuhkan orang sakit, bisa menjaga anak cucu dimana anak
cucu dalam aktivitas harus dijaga karena ada kepercayaan-kepercayaan sehingga
bisa menjaga anak cucu dari apapun juga dan dari segala penyakit yang
menyerang. Setelah ditelusuri dari luar banyak orang mengatakan bahwa wonge itu
syrik. Tapi setelah menyembuhkan orang yang sedang sakit secara medis tidak
bisa maka mereka melakukan dengan istilah wonge, tetapi semua itu dari Allah
SWT dan bukan kita menduakan Tuhan. Jadi
wonge itu hanya sebagai perantara.
4. Selanjutnya sebagai Niat atau Hajatan Perorangan
artinya hajat perorangan biasanya dilakukan oleh seseorang apabila mencapai apa
yang dicita-citakannya tercapai, maka ia ber-nazar akan melakukan ritual wonge
sebagai ungkapan rasa syukur atas apa yang telah diberikan oleh Allah SWT.
Sedangkan dilihat Wonge dari segi perpektif sebagian
Masyarakat, ada hal yang penulis sampaikan yaitu
1. Wonge
sebagai nilai sosial budaya artinya bahwa ketika ritual ini dilakukan apabila
terjadi kesalahpahaman antara saudara, tetangga bahkan ada kesalahpahaman dalam
masyarakat, karena setelah itu dilakukan, maka kesalahpahaman itu bisa kembali
normal, dan
2. Pesan Nilai
Penyembelihan Hewan dalam Tradisi Wonge artinya Tradisi ini, seperti halnya
upacara itu bentuk simbolistik penghormatan terhadap para leluhur. Makanan yang
disajikan tatkala juga sudah mengandung unsur doa-doa baik doa secara verbal maupun
doa secara non verbal (doa Islam dan Ternate), makanan tersebut ketika
sudah didoakan maka tujuannya juga dimakan oleh seluruh masyarakat, baik sesaji
yang ada di fala Wonge. Setiap orang
yang datang pasti berebut sesaji (makanan), yang mana mitos dalam masyarakat
juga masih ada, kalaupun memakan dari makanan tersebut akan dilimpakan segala
rezeki, bagi yang sakit lain sebagainya.
Hanya orang-orang tertentu
yang mengerti makna tentang tradisi Wonge, dan masyarakat hanya mengikuti saja,
tetapi tidak mengerti tentang bagaimana budaya itu dilestarikan dan bagaimana
hukum serta cara pelaksanaan, padahal masyarakat Tubo dengan keanekaragaman
alamnya bahkan juga dengan budayanya sangat kental dalam kehidupan mereka.
Tetapi sebagian masyarakat ternate tidak lagi membudayakan atau melestarikan
serta mempertahankan budaya tersebut.
Tradisi wonge yakni adalah
budaya dan adat Istiadat yang ada pada masyarakat Kelurahan Tubo yang patut
kita lestarikan dan dipertahankan karena wonge bukanlah suatu tradisi yang
Syrik atau yang memuji-memuji jin tetapi wonge adalah suatu Tradisi pengobatan
yang ada pada Masyarakat Kelurahan Tubo, karena masyarakat Tubo percaya wonge
bisa dapat menyembuhkan penyakit yang ada pada anak cucu mereka.
Harapan penulis bagi
generasi muda yang hidup dizaman yang penuh dengan serba ada. Kiranya lebih
dewasa dalam berpikir dan membaca konteks kehidupan yang penuh kemegahan saat
ini. Agar kita jangan terjebak dengan budaya-budaya dari luar yang hanya dapat
menghancurkan serta mencoba untuk menghilangkan budaya yang sudah sejak lama
telah dipertahankan oleh nenek moyang kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar